Takbir Hari Raya Iedul Adha



Disunahkan untukmengumandangkan takbir di hari raya Idul Adha. Takbir di sini ada dua macam, takbir mutlak (bebas) dan takbir muqayyad (terbatas). Takbir mutlak adalah takbir yang tidak dibatasi oleh suatu keadaan tertentu. Bisa dikumandangkan di rumah, jalan, pasar, masjid dan tempat-tempat lain (terkecuali tempat yang dilarang seperti WC), baik siang ataupun malam. Adapun takbir muqayyad adalah takbir yang dikumandangkan mengiringi shalat, baik shalat wajib ataupun shalat sunah.

Takbir mutlak waktunya dimulai dari malam hari raya, sedangkan akhirnya ketika imam sudah memulai shalat hari raya Idul Adha (Simak : Kifayatul Akhyar, hlm. 151).Hal ini berdasarkan firman Allah Ta’ala :

وَلِتُكْمِلُوا الْعِدَّةَ وَلِتُكَبِّرُوا اللَّهَ عَلى مَا هَداكُمْ 

“Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu.” [ QS. Al-Baqarah : 185 ].

Sebenarnya ayat di atas menjelaskan tentang takbir di hari raya Idul Fitri. Tapi takbir hari raya Idul Adha diqiyaskan kepadanya. Demikian dijelaskan oleh para ulama. Imam Taqiyyuddin Al-Hishni Asy-Syafi’i (w.829 H) menyatakan : “Dan takbir (mutlak) pada hari raya Idul Adha diqiyaskan kepadanya (Idul Fitri). [Kifayatul Akhyar, hlm. 151].

Adapun takbir muqayyad, dimulai semenjak shalat Subuh di hari Arafah (tanggal 9 Dzulhijjah) dan berakhirnya setelah shalat Ashar di hari Tasyriq yang terakhir (tanggal 13 Dzulhijjah). Hal ini berdasarkan riwayat yang dikeluarkan oleh Al-Hakim (1/229) dari Ali dan Ammar, beliau berdua berkata :

أَمَّ النَّبِيُّ - صلى الله عليه وسلم - كَانَ يُكَبِّرُ يَوْمَ عَرَفَةَ، صَلاَةَ الغَداَةِ، وَيَقْطَعَهَا صَلاَةَ العَصْرِ آخِرِ أَيَّامِ التَّشْرِيْقِ

“Nabi ﷺ mengimami kami, (lalu) bertakbir di hari Arafah (setelah) shalat Subuh dan berhenti bertakbir (setelah) shalat Asar di hari Tasyriq terakhir.”

Imam An-Nawawi (w. 676 H) dalam kitab Raudhah Ath-Thalibin (2/80) menyatakan :

وَالثَّالِثُ:عَقِبَ الصُّبْحِ مِنْ يَوْمِ عَرَفَةَ وَيَخْتِمُونَهُ عَقِبَ الْعَصْرِ آخِرَ أَيَّامِ التَّشْرِيقِ. قَالَ الصَّيْدَلَانِيُّ وَغَيْرُهُ: وَعَلَيْهِ الْعَمَلُ فِي الْأَمْصَارِ.قُلْتُ: وَهُوَ الْأَظْهَرُ عِنْدَ الْمُحَقِّقِينَ لِلْحَدِيثِ. - وَاللَّهُ أَعْلَمُ -.

“Pendapat ke tiga : (waktu takbir muqayyad adalah) mengikuti shalat Subuh di hari Arafah dan mereka mengakhirinya mengikuti shalat Ashar di hari Tasyriq yang terakhir. Imam Ash-Shaidalani dan selainnya menyatakan : Amalan penduduk di berbagai negeri di atas pendapat ini. Aku (imam An-Nawawi) berkata : Dan pendapat ini adalah yang paling nampak (kebenarannya) menurut para ulama ahli tahqiq (peneliti) hadits. Wallahu a’lam.”

Penjelasan di atas berlaku untuk yang tidak sedang melaksanakan ibadah Haji. Adapun yang sedang melaksanakan ibadah haji, maka malam hari raya tidak bertakbir, tapi bertalbiyyah. Sedangkan untuk takbir muqayyadnya, dimulai dari setelah shalat Dhuhur di hari raya Idul Adha dan berakhir setelah shalat Subuh di hari Tasyriq yang terakhir (Raudhah Ath-Thalibin : 2/80).

Takbir boleh dilaksanakan sendiri-sendiri ataupun berjama’ah. Sebagaimana dinyatakan oleh Imam Asy-Syafi’i (w.204 H) beliau berkata : 

فَإِذَا رَأَوْا هِلَالَ شَوَّالٍ أَحْبَبْتُ أَنْ يُكَبِّرَ النَّاسُ جَمَاعَةً، وَفُرَادَى فِي الْمَسْجِدِ وَالْأَسْوَاقِ، وَالطُّرُقِ، وَالْمَنَازِلِ، وَمُسَافِرِينَ، وَمُقِيمِينَ فِي كُلِّ حَالٍ، وَأَيْنَ كَانُوا، وَأَنْ يُظْهِرُوا التَّكْبِيرَ

“Maka apabila mereka melihat hilal bulan Syawwal, aku sangat menganjurkan agar manusia bertakbir secara berjama’ah atau sendiri-sendiri, di masjid, pasar-pasar, jalan-jalan, rumah-rumah, musafir dan muqim di seluruh keadaan dan di manapun mereka berada, dan hendaknya mereka menampakkan/mengeraskan takbir”. [ Al-Umm : 1/353 ]. 

Demikian artikel kali ini semoga bermanfaat bagi kita sekalian. Mohon maaf jika ada kekurangan yang hal yang kurang berkenan.

Wallahu a’lam

8 Dzulhijjah 1441 H
Alfaqir : Abdullah Al-Jirani

********

Subscribe to receive free email updates: