Filosofi Pendidikan Ki Hajar Dewantara
KONSEP PENDIDIKAN KI HAJAR DEWANTARA
(Refleksi Kritis)
Oleh : Sugeng Dhanie (CGP Angkatan 9)
Yogyakarta adalah daerah yang lebih terkenal dengan julukan Kota
Pelajar. Dari sinilah konsep pendidikan nasional disuarakan oleh Raden Mas
Soewardi Soerjaningrat, atau lebih kita kenal dengan Ki Hajar Dewantara.
Ki Hajar Dewantara merupakan tokoh utama sebagai penggagas
Perguruan Taman Siswa, sebuah lembaga pendidikan yang cukup populer di
Yogyakarta. Selain sebagai pendidik, beliau juga merupakan seorang filosof yang
memiliki konsep paradigma yang sangat relevan untuk dunia pendidikan.
Ki Hajar Dewantara juga seorang tokoh pendidikan yang berpengaruh
dalam sistem pendidikan di negara kita. Pada masa kolonial, beliau dikenal
pelopor pendidikan untuk anak-anak pribumi.
Pendidikan adalah jalur utama untuk membangun peradaban manusia ke
arah yang lebih baik.
Maka perhatian utama pada bidang ini adalah sebuah keniscayaan,
sebagai pondasi kokoh sebelum penguatan pada bidang-bidang yang lain.
Pendidikan di masa kolonial sangatlah mennguntungkan pihak
kolonialis saja. Sedangkan rakyat (pribumi) sangatlah tergantung dengan
keberpihakan mereka. Pendidikan yang timpang dan hanya pribumi yang memang
memiliki posisi ataupun berharta saja yang mampu untuk mendapatkan pendidikan
di masa kolonial ini.
Ki Hajar Dewantara maka pun bertekad untuk memadamkan ketimpangan
pendidikan ini, yakni dengan mendirikan sekolah bernama Taman Siswa di
Yogyakarta, yang berdiri pada tanggal, 3 Juli 1922.
Melalui Taman Siswa inilah, Ki Hajar Dewantara berusaha
mengintegrasikan pendidikan bergaya Eropa dengan pendidikan gaya Jawa
tradisional. Pada Taman Siswa ini juga, Ki Hajar Dewantara menumbuhkan
kesadaran para pribumi yang menjadi siswa, dan mereka mampu memahami akan
hak-hak mereka dalam mendapat pendidikan yang layak.
Di samping itu juga masih banyak
paradigma-paradigma Ki Hajar Dewantara yang lain yang menjadi rujukan dalam
penyelenggarakan pendidikan di negeri ini. Misalnya ; Tri Pusat Pendidikan,
kodrat alam dan kodrat zaman, sistem among dan lain-lain.
Menurut Ki Hajar Dewantara, Budi pekerti
adalah watak, atau karakter merupakan hasil dari bersatunya gerak pikiran,
perasaan, dan kehendak atau kemauan sehingga menimbulkan tenaga. Perlu
diketahui bahwa budi berarti pikiran-perasaan-kemauan, sedangkan pekerti
artinya ‘tenaga’. Jadi budi pekerti merupakan sifat jiwa manusia, mulai
angan-angan hingga menjelma sebagai tenaga.
Budi pekerti mencakup nilai-nilai kebaikan
seperti sopan santun, kejujuran, kerja sama, dan tanggung jawab. Ki Hajar
Dewantara meyakini bahwa dengan mempelajari nilai-nilai kebaikan ini, maka anak-anak akan menjadi individu yang
baik dan bermanfaat bagi masyarakat.
Maka dari itu, pendidikan harus menanamkan
nilai-nilai tersebut pada anak sejak dini. Guru harus menjadi contoh yang baik
dalam berperilaku dan mengajarkan anak-anak untuk menjadi individu yang
bertanggung jawab dan memiliki moral yang baik.
Selanjutnya
mengenai pemikiran KHD Ing
Ngarso Sung Tulodo, Ing Madya Mangun Karso, Tut Wuri Handayani. Slogan ini
bermakna "di depan memberikan contoh, di tengah memberikan dorongan,
di belakang memberikan dukungan".
Pemikiran ini bermakna bahwa seorang pendidik
harus menjadi contoh yang baik bagi anak didiknya, memberikan dorongan positif dan
motivasi agar anak didiknya agar berkembang dengan baik, dan memberikan
dukungan yang dibutuhkan agar anak didiknya dapat mencapai tujuan yang di tuju
yakni kesuksesan.
Belum lagi tentang sistem among yang menjadi buah
pikiran Ki Hajar Dewantara. suatu sistem pembelajaran yang mengedepankan memanusiakan
manusia, atau pembentukan manusia secara utuh. Suatu cara yang tidak
menghendaki ‘perintah-paksaan’, melainkan justru memberi acuan, pedoman, tuntunan
bagi hidup anak didik agar dapat berkembang dengan baik, dan selamat, baik
lahir maupun batinnya.
Dengan kata lain, dengan sistem among ini,
bermaksud untuk membangun hubungan emosional yang kuat antara guru, peserta
didik, dan orang tua untuk menciptakan lingkungan pendidikan yang baik.
Kodrat alam
berkaitan dengan lingkungan alam sekitar siswa. Artinya, pendidikan yang
diberikan kepada anak harus memperhatikan lingkungan, karakteristik daerah,
sosial kultural masyarakat sekitar, dan semua hal yang ada di lingkungan anak.
Pendidikan
harus memperhatikan kodrat zaman. Artinya, guru memberi bekal pendidikan kepada
siswa harus sesuai dengan zamannya. Dengan memperhatikan kodrat zaman, siswa
akan menjadi manusia merdeka yang siap dengan tuntutan zaman.
Relevansi
pemikiran Ki Hajar Dewantara dengan konteks pendidikan Indonesia
Memperhatikan potret sosial, pergaulan
anak bangsa yang bermuara pada sektor pendidikan saat ini, maka buah pemikiran
Ki Hajar Dewantara merupakan solusi yang relevan dan sangat tepat jika
diterapkan pada sistem pendidikan, sekaligus pada tataran aplikasinya juga.
Misal pada paradigma, budi pekerti, yang
saat ini seakan mengalami degradasi moral, maka perilaku yang baik (budi
pekerti) adalah cermin diri yang utama, bukan pada harta, jabatan orang tua,
namun pada perilaku yang baik yang menjadi titik tolak anak bangsa dalam
mencapai kesuksesannya.
Hal lain, tentang slogan Ing Ngarso Sung Tulodo, Ing Madya
Mangun Karso, Tut Wuri Handayani, juga menjadi stimulan bagi sesiapapun untuk
menjadi teladan baik, baik diri, keluarga, sekolah maupun di masyarakat.
Terlebih pemikiran tentang kodrat
alam, bahwa peserta didik harus mendapatkan pengalaman pendidikan yang bermakna
dalam kehidupan mereka. Dan kodrat zaman bahwa zaman akan terus berubah, dan
perubahan itulah yang harus disiasati agar tiap generasi yang memiliki
karakteristik masing-masing bisa mendapatkan pendidikan sesuai yang dibutuhkan
pada zaman mereka.
Sebagai ilustrasi, pendidikan di
tahun 1990 tentu jauh berbeda dengan gaya pendidikan di era milenial tahun 2023
ini, dimana kemajuan pengetahuan dan teknologi sudah sangat maju. Maka akan
sangat relevan pemikiran Ki Hajar Dewantara ini dijadikan sebagai acuan dalam
pendidikan di negeri kita ini.
Refleksi diri dalam pemikiran Ki Hajar Dewantara
dalam pembelajaran
Sebagai guru tentu sangat termotivasi
dalam mengaplikasikan pemikiran-pemikiran Ki Hajar Dewantara ini dalam setiap
pembelajaran. Sebagai contoh aplikasi konsep pemikiran kodrat alam dan kodrat
zaman, sangat dibutuhkan untuk pembelajaran di generasi z saat ini, yang mana
peserta didik belajar sangat antusias belajar dengan mengintegrasikan dengan
teknologi maju. Hal lain menjadi motivasi bagi saya sebagai guru untuk terus
berkembang dalam menerapkan pemikiran KHD ini.
Harapan dan
Ekspektasi
Setelah
membaca dan mempelajari modul ini, saya semakin bertambah wawasan dan motivasi
untuk bisa menerapkan konsep-konsep pemikiran Ki Hajar Dewantara dalam
pembelajaran yang saya lakukan, secara bertahap dan tentu saja dengan banyak
berkomunikasi aktif dengan rekan sejawat guna menciptakan lingkungan yang
kondusif.